Wednesday, November 12, 2014

Ini aku.. Part 1

Namaku Spencer, aku tinggal disebuah kota kecil di pojok Pennsylvania, Amerika. Aku sekarang berumur 20 tahun, kejadian yang aku ingin ceritakan ini berawal dari suatu kejadian ini.....
Aku tinggal bersama ayah dan ibuku dirumahku yang besarnya seperti mansion ini selama 12 tahun sebelum akhirnya orangtuaku mengadopsi lagi seorang anak perempuan yang mereka bilang akan menjadi adikku.
Awalnya, aku sangat senang, saat dia pertama kali datang kerumahku, ia benar-benar sangat cantik. Rambut kritingnya yang berwarna kuning keemasan bergantung luwesnya di kedua bahunya. Ia tersenyum manis padaku saat ia pertama kali melihatku. Lucu rasanya saat menatapnya, ia terlihat tidak jauh lebih muda dariku namun ia akan menjadi adik angkatku yang usianya 2 tahun lebih muda dariku.
"Spencer..." Ibuku menyahut. "Ini Alison, adik barumu, ayo disapa."
Akupun segera mengulurkan tanganku kearahnya untuk menyapanya dan dia menyapaku balik sambil tersenyum manis. Benar-benar anak yang baik, pikirku dalam hati.
"Mulai hari ini, Alison akan tinggal bersama kita, kamu harus jadi kakak yang baik ya..." Ibuku bilang kepadaku. Aku mengangguk dan kemudian menunjukan kamar dimana Alison akan tinggal. Kamarnya ada di lantai atas, hanya beberapa meter dari kamarku. Di begitu terkesima saat melihat kamar barunya itu, mungkin di panti asuhan dia tidak pernah melihat kamar yang semewah ini. Dia kemudian duduk dan menaruh tasnya di lantai dan mulai mengeluarkan beberapa barang. Sebuah barang menarik perhatianku, yaitu buku kecil seperti diary yang terkait sebuah gembok sebagai kunci pada buku itu.
Akupun bertanya. "Itu apa?"
Alison mendongakkan kepalanya. "Itu buku diaryku."
Aku mengerinyatkan dahiku, apa yang seorang anak 9 tahun lakukan dengan buku diary? Pikirku. Akupun bertanya lagi pada dirinya. "Apa yang kau tulis disana?"
"Kejadian yang aku alami sehari-hari, tapi kau tidak boleh melihatnya." Katanya dengan nada agak tegas.
"Kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Itu privasi.... bahkan ayah dan ibupun tidak boleh lihat."
Aku berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Adikku agak sedikit aneh.
Dia tersenyum dan mneruskan membereskan pakaiannya yang berasal dari kopernya.
Sejujurnya, aku mulai merasakan ada yang aneh pada adikku tersebut. Mungkin auranya atau apalah, aku tidak tahu. Selain itu, ia merupakan anak yang baik dan mempunyai banyak teman sejak pertama kali dia masuk sekolah.

Hingga setelah kurang lebih 5 bulan, ia tinggal bersama kami, aku akhirnya menyadari apa yang aneh dari Alison. Di sudut kanan bibirnya ada suatu yang mirip seperti bekas jahitan, atau apalah itu aku tidak tahu, tapi aku sangat yakin itu bekas jahitan. Jadi itu yang membuat senyuman terlihat aneh. Aku baru menyadarinya sekarang karena ia selalu memakai bedak yang tebal ketika keluar kamar sehingga tidak ada yang menyadarinya sama sekali sampai aku tanpa sengaja melihat dia menyeka mulutnya setelah minum sebotol coke.
Aku menatapnya sampai dia kemudian menyadarinya dan menaikkan salah satu alisnya. Aku berusaha menutupinya dengan mengangkat bahuku dan pura-pura tidak tahu. Dari ekspresi mukanya, ia terlihat seperti tidak percaya padaku, sehingga diam-diam ia memperhatikan gerak-gerikku namun aku sangat peka terhadap tatapan orang lain sehingga aku mengetahuinya.
Hingga suatu malam ketika aku hendak tidur, ia menugguku dibawah tangga rumahku dan tersenyum manis kearahku, kali ini bekas jahitan itu tidaklah terlihat tapi tetap saja aku merasakan sesuatu yang aneh dari adikku ini.
"Kakak baru pulang? Dari mana?" Ia bertanya dengan polosnya.
"Iya, dari rumah Emily, dia butuh bantuan menyelesaikan tugas." Jawabku.
"Oh, oh iya kak, kakak sudah pernah punya pacar?" Dia bertanya tiba-tiba.
Aku mengerinyitkan dahiku. "Kenapa kau bertanya sepert itu?"
"Hanya ingin tahu, aku ingin memastikan bahwa ia bukan seorang bajingan." Ia jawab polosnya.
"Dia tidak seperti itu... Namanya Toby, dia tinggal 1 blok dari rumah kita, dekat rumah Emily"
"Oh, okay. Baiklah selamat tidur." Ia bilang sambil naik ke atas dan meninggalkanku yang terheran-heran.
Alison bertingkah sangat aneh, pikirku. Sudahlah... Akupun naik keatas dan berjalan ke kamarku, dan sempat melirik ke kamar Alison, namun pintunya tertutup rapat.

2 tahun kemudian aku baru saja pulang dari seminar di Syracusse bersama Aria, temanku ketika Toby menelponku. Akupun segera mengangkatnya dan mendengar suara merintih yang asalnya dari pacarku itu...
"Spence....." Rintih Toby.
"Toby? Ada apa?" Aku bertanya dengan nada agak panik. Aria menatapku keheranan.
"Seseorang........Seseorang......." Ia merintih lagi.
"Toby ada apa?? Apa aku perlu kesana?" Aku bertanya lagi, kali ini benar-benar panik.
"Jangan!" Ia berteriak. "Jangan kemari...... jika kau kemari ia akan....... Ahhh!!" Toby berteriak kesakitan.
"Toby!!!" Aku berseru dan mataku pun mulai berair ketika mendengar suaranya.
"Spencer, menjauhlah dari dia....... dia bukanlah dia....." Toby berteriak sebelum telfonnya mati.
"Halo,  Toby?!!!" Aku berteriak. Aria menatapku dengan panik.
"Apa yanng terjadi Spence?"
"Aku tidak tahu.... Ayo kita panggil polisi!" Aku pun berseru.
Aria segera mennghubungi polisi dan akku hanya bisa meremas tanganku penuh kecemasan.. Apa yang terjadi pada pacarku? Ya tuhan... Membayangkan suaranya saja aku tidak tahan....

Sekitar 10 menit kemudian, taxi yang kami tumpangi sampai didepan rumah Toby, banyak polisi dan sebuah ambulance menuggu didepan pintu. Akupun segera keluar dan menghampiri salah satu petugas yang ada disitu.
"Pak, apa yang terjadi dengannya?!! Saya yang tadi menelpon!" Aku segera mencerca mereka dengan berbagai pertayaan.
"Tuan Cavanaugh sepertinya disiksa habis-habisan, kedua kakinya dijahit menjadi satu dan tubuhnya dipukuli habis-habisan." Terang petugas itu dengan muka simpati.
Air matapun menetes dari mataku. "Bagaimana bisa? Ia tidak punya seorang musuhpun. Dia orang baik." Kataku sambil menangis, Aria mencoba menenangkanku.
"Kami belum tahu. Yang baru bisa kami simpulkan hanyalah pelakunya adalah orang yanng mengetahui sebeluk beluk rumah Toby dan kami keheranan karena pintunya dikunci dari dalam. Toby sempat bilang bahwa dia hanya mengunci pintu belakang sebelum ia pingsan. Tetapi saat kami datang, pintu depan terkunci." Jelas petugas itu.
"Bagaimana dengan orangtuanya?" Tanya Aria.
"Mereka sudah dihubungi, sebaknya kalian segera pulang. Kalian tidak akan mau mellihatnya dalam keadaan seperti ini."
"Tidak!! Aku harus melihatnya" Seruku.
"Jangan nona.. Kau tidak akan sanggup. Biarkan polisi menyelidiki."
"Ayo Spence,  dia benar, kau tidak akan mau berada disini."Kata Aria sambil menarik bajuku...
Akupun pergi dengan enggan sambil menahan air mata yang terus mengocor dari mataku, aku terus menerus melihat ke arah rumah Toby. Saat aku hendak berpaling, aku melihat sesuatu.. ya sesuatu.... bukan seseorang... sesuatu yang menatap ke arah rumah Toby, aku tidak tahu itu apa, tapi dari sudut pandangku, ia terlihat seperti memakai topeng tetapi aku tahu itu bukan topeng. Mukanya merah, tetapi ada warna hitam. Ia memandangi rumah Toby terus menerus.
Saat aku menyeka air mataku, sesuatu itu sudah hilang...


TBC

0 comments:

Post a Comment

Pointer